Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manajemen
pemasaran berarti bagaimana seseorang menggunakan ilmu manajemen dalam usaha
pemasaran. Ini berarti mengaplikasikan fungsi-fungsi manajemen dalam pemasaran,
agar tujuan pemasaran dapat tercapai secara memuaskan. Oleh Philip Kotler
dinyatakan bahwa manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisa, merencana,
mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan guna mencapai tingkat
pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
1). Konsep produksi (Production Concept)
Para
pengusaha yang menganut konsep ini mencoba membuat produksi secara
besar-besaran, dengan harga murah melalui prinsip efisiensi dalam produksi dan
menyebarluaskan penjualan produksinya seluas mungkin.
Para produsen ini beranggapan bahwa konsumen ingin
membeli barang dengan harga murah, dan mudah mendapatkannya, dapat di beli
dimana-mana.
2). Konsep produk (Product Concept)
Para pengusaha yang menganut konsep ini berusaha
menghasilkan produk yang bermutu. Mereka mempunyai premis bahwa konsumen selalu
menghendaki produk yang berkualitas. Hanya disini muncul masalah tentang
bermutu menurut siapa? Apakah menurut produsen atau menurut konsumen?. Dalam
hal ini (konsep produk) kualitas di dasarkan atas pandangan produsen sendiri,
bukan menurut pandangan konsumen. Jadi disini dikatakan produsen melihat
cermin, yang tampak bagus adalah dirinya sendiri, produsen belum memperlihatkan
selera konsumen.
3). Konsep penjualan (Selling Concept)
Konsep penjualan ini berorientasi pada promosi.
Artinya produsen membuat produk secara besar-besaran kemudian berusaha
mempromosikan produknya agar laku di pasar. Produsen ini beranggapan bahwa
konsumen harus di dorong/diberi informasi/ di bujuk agar mereka mau membeli
produk. Jika konsumen tidak mengetahui adanya produk, tidak mengetahui apa
kegunaannya, maka konsumen tidak akan membeli. Memang kegiatan promosi ini
sangat berpengaruh terhadap konsumen, misalnya produk yang diiklankan di
televisi malam ini, besoknya sudah mulai di tayangkan/dicari/dibeli oleh
konsumen.
4). Konsep pemasaran (Marketing Concept)
Produsen yang memuat konsep ini beranggapan, bahwa
konsumen akan membeli barang jika produk itu sesuai dengan seleranya, artinya
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan memuaskan. Oleh sebab itu
produsen akan membuat produk yang sesuai dengan selera konsumen. Agar dapat
mengetahui selera konsumen masa kini, dan masa yang akan datang, maka kaum
produsen selalu mencari informasi, mengadakan penelitian, observasi, wawancara
tentang produk apa yang disenangi konsumen.
Salah satu keunggulan industri Jepang dibandingkan
dengan Amerika ialah pengusaha Jepang telah lebih dulu menerapkan konsep
pemasaran ini dalam perusahaan mereka, sementara produsen Amerika masih
menganut konsep produk. Dalam konsep produk pada perusahaan Amerika, kontrol
kualitas produk dilakukan oleh para ahli profesional, yang memberikan keputusan
akhir tentang produknya bermutu atau tidak. Tidak demikian halnya dengan
perusahaan Jepang, kontrol kualitas dilakukan oleh semua karyawan dari tingkat
bawah sampsi tingkat tinggi, dari lower management sampsi top management, yang
dikenal dengan Total Quality Controlnya. Setisp karyawan berhak dan harus
mengajukan usul-usul perbaikan desain kualitas produk. Usul-usul ini di tampung,
dan langsung di tanggapi oleh atasan karyawan. Oleh sebab itu desain produk
Jepang selalu ada perbaikan setisp waktu. Ini sesuai dengan prinsip KAIZEN yang
berarti unending improvement= perbaikan terus-menerus, tidak hentinya. Inilah
salah satu konsep manajemen Jepang yang membawa perusahaan Jepang maju pesat.
Untuk mengimplementasikan marketing concept , maka perusahaan harus memiliki
informasi yang lengkap tentang keinginan konsumen, agsr produk yang dijual
cocok dengan selera konsumen, agar produkdapst terjual dengan sendirinya.
Sekarang ini konsumen jauh beda dengan konsumen zaman dulu. Mereka sekarang ini
sangat sensitif terhadap berbagai hal, seperti model, kualitas, harga, tempat
belanja, layanan dan sebagainya. Mereka ingin dilayani cepat, lebih baik, jika
tidak mereka akan akan lari ke penjual lain.
Disamping itu banyak lagi faktor lain yang
mempengaruhi keputusan membeli para konsumen diantaranya:
-Budaya, dan sub kultur, yang memiliki value
tersendiri, sikap, dan kepercayaan yang mempengaruhi respon mereka terhadap
lingkungan. Bydaya dari konsumen ini harus dipelajari dan dimengerti oleh oleh
para pengusaha.
-Social Class, perlu di perhatikan apakah konsumen
kita termasuk kelas atas, menengah, atau bawah. Perbedaan kelas ini justru
mempengaruhi mereka terhadap, barang apa, tipe,
kualitas apa yang mereka beli, belanja dimana, dan koran ata majalah apa
yang mereka baca.
-Refrence groups, ini terdiri dari atas orang-orang
dekatnya seperti, anggota famili, teman sejawat, teman sekerja, anggota seklub
olah raga, majelis ta'lim pengajian, seringkali mereka benchmark terhadap
barang apa yang dibeli oleh teman-teman tersebut.
-Self image, dalam hal ini ada kecenderungan mereka
percaya bahwa tampilan seseorang di cerminan oleh barang yang apa yang ia beli,
"you are what you buy". Para pengusaha harus mengeksploitasi
kepercayaan ini dengan mempengaruhinsalah seorang dari mereka, kadang-kadang
hanya dengan mengatakan bahwa bahwa bapak atau ibu anu telah membeli ini
kemaren, dengan ucapan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keputusan
pembelianseseorang calon konsumen.
- Situational factors, in9i merupakan situasi sesaat
yang berkesan pada konsumen, seperti, dalam keadaan terburu-buru, sudah
memiliki kupon hadiah, atau saat ulang tahun, hari libur dan sebagainya.
Agar dapat
menjaga situasi konsumen ini maka para pengusaha harus memiliki keamanan,
membuat catatan tentang konsumennya, jika perlu melakukan penelitian, susun
data base, sehinnga lain kali dengan mudah kita dapat melayani konsumen secara
tepat. Dengan demikian para pengusaha dapat membangun hubungan abadi dengan
kinsumennya, dalam istilah marketing building customer relationship management.
Banyak keuntungan diperoleh dari memelihara konsumen
ini antara lain, menghemat biaya untuk mencari konsumen baru, langganan lama
cenderung berbelanja lebih banyak, suka membawa teman sebagai pembeli baru, dan
kurang sensitif terhadap harga. Jadi, konsumen lama merupakan partner pengusaha
dalam mencari pelanggan baru. Hasil penelitian menunujukkan bahwa konsumen yang
mendapat perlakuan kurang memuaskan cenderung menyebarluaskan ketidakpuasannya
kepada 20 orang. Research shows that dissatisfied customers my tell as many as
20 other people about their bad ecperinces (Bovee, 2004).
5). Konsep sosial (Societal Concept)
Konsep ini beranggapan bahwa bukan selera konsumen
saja yang harus diperhatikan, tapi yang lebih penting lagi ialah perhatian
terhadap kepentingan masyarakat/kelestarian lingkungan. Memang konsumen ingin
selalu memperoleh kemudahan, ingin minuman dalam botol plastik, sekali pakai
langsung dibuang, sehingga mengotori saluran air, dan tanah. Padahal jika
memakai botol/gelas, dapat digunakan berkali-kali dan tidak menimbulkan polusi.
Ingin deterjen yang mencuci lebih bersih tapi mengotori air sungai. Ingin
makanan cepat saji (fast food) tapi banyak berkolestrol. Ingin produksi banyak,
mudah diperoleh, bangun industri, tapi muncul polusi asap pabrik, limbah dan
pengrusakan bumi. Akhirnya muncul konsep sosietal, yang dikatakan juga konsep
“responsibility”, eko labeling, dan juga disebut green marketing.
Akhirnya konsep yang sangat memperhatikan
lingkungan, hijau abadi dan bersih. Jadi manakah yang lebih diutamakan oleh
para pengusaha memperhatikan kesenangan konsumen dengan mengorbankan
masyarakat, atau masyarakat dulu baru kemudian memperhatikan konsumen?
Barangkali kedua hal iniperlu di pertimbangkan sebaik-baiknya.
Semoga bermanfaat...
No comments:
Post a Comment