Departemen Komunikasi dan
Informasi (Depkominfo) menetapkan tiga jenis pelanggaran hukum yang terjadi
dalam memanfaatkan sistem komunikasi teknologi informasi atau dikenal dengan
istilah kejahatan di “dunia maya”. Jenis pelanggaranitu diatur dan ditentukan
sanksi hukumnya dalam
RUU Informasi dan transaksi elektronik (ITE) yang akan disahkan DPR, kata Dirjen Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) RI, Ir Cahyana Ahmadjayadi, dalam penjelasan tertulis di Padang, Rabu. Hal itu disampaikannya terkait pembahasan RUU ITE yang tengah dilakukan DPR dan kini dalam tahap sosialisasi kepada publik dengan melibatkan pemerintah (Departemen Komunikasi dan Informasi RI). Kejahatan itu meliputi pelanggaran isi situs web, pelanggaran dalam perdagangan secara elektronik dan pelanggaran bentuk lain.
RUU Informasi dan transaksi elektronik (ITE) yang akan disahkan DPR, kata Dirjen Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) RI, Ir Cahyana Ahmadjayadi, dalam penjelasan tertulis di Padang, Rabu. Hal itu disampaikannya terkait pembahasan RUU ITE yang tengah dilakukan DPR dan kini dalam tahap sosialisasi kepada publik dengan melibatkan pemerintah (Departemen Komunikasi dan Informasi RI). Kejahatan itu meliputi pelanggaran isi situs web, pelanggaran dalam perdagangan secara elektronik dan pelanggaran bentuk lain.
Kejahatan isi situs web
terdiri dari pornografi dan pelanggaran hak cipta, ujarnya. Pornografi
merupakan pelanggaran paling banyak terjadi di “dunia maya” dengan menampilkan
foto, cerita atau gambar bergerak yang pemuatannya selalu berlindung di balik
hak kebebasan berpendapat dan berserikat. Alasan ini, sering digunakan di
Indonesia oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pornografi itu, sehingga situs-situs
porno tumbuh subur karena mudah diakses melalui internet. Sementara itu,
pelanggaran hak cipta sering terjadi baik pada situs web pribadi, komersial
maupun akademisi berupa memberikan fasilitas download gratis baik foto, lagu,
softwere, film dan karya tulis dilindungi hak ciptanya. Selain itu, menampilkan
gambar-gambar yang dilindungi hak cipta untuk latar belakang atau hiasan “web
pages” dan merekayasa gambar atau foto orang lain tanpa izin, seperti banyak
terjadi pada situs-situs porno. Selanjutnya, kejahatan dalam perdagangan secara
elektronik (e-commerce) dalam bentuk penipuan online, penipuan pemasaran
berjenjang online dan penipuan kartu kredit. Menurut Cahyana, penipuan online
ciri-cirinya harga produk yang banyak diminati sangat rendah, penjual tidak
menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap pertanyaan melalui e-mail
dan menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.
Risiko terburuk bagi
korban kejahatan ini adalah telah membayar, namun tidak mendapat produk, atau
produk yang didapat tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Kemudian, penipuan
pemasaran berjenjang online ciri-cirinya mencari keuntungan dari merekrut
anggota dan menjual produk secara fiktif, dengan risiko bagi korban 98 persen
investasi ini gagal atau rugi. Sedangkan penipuan kartu kerdit ciri-cirinya
terjadi biaya misterius pada penagihan kartu untuk produk atau layanan internet
yang tidak pernah dipesan, dengan risiko korban perlu waktu untuk melunasi
kreditnya. Sementara itu, pelanggaran dalam bentuk lain terdiri dari
recreational hacker, cracker atau criminal minded hacker, political hacher,
denial of service attack (DoS), Viruses, Piracy (pembajakan), Fraud, Phishing,
perjudian dan cyber stalking. Ia menjelaskan recreational hacker umumnya
bertujuan hanya untuk menjebol suatu sistem dan menunjukkan kegagalan atau
kurang andalnya sistem keamanan pada suatu perusahaan.
Cracker atau criminal
minded hacker motivasinya antara lain untuk mendapatkan keuntungan finansial
dengan melakukan sabotase sampai pada penghancuran data. Political hacher
merupakan aktivitas politik melalui suatu situs web untuk menempelkan pesan
atau mendiskreditkan lawan. Denial of service attack (DoS) merupakan
penyerangan dengan cara membanjiri data yang besar dan mengakibatkan akses ke
suatu situs web menjadi sangat lambat atau berubah menjadi macet atau tidak
bisa diakses sama sekali. Viruses berupa penyebaran sedikitnya 200 virus baru
melalui internet dan biasanya disembunyikan dalam file atau e-mail yang akan di
download atau melalui jaringan internet dan disket. Piracy berupa pembajakan
perangkat lunak yang menghilangkan potensi pendapatan suatu perusahaan yang
memproduksinya seperti, games, aplikasi bisnis dan hak cipta lainnya. Fraud
merupakan kegiatan manipulasi informasi khususnya tentang keuangan dengan
target mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Phishing merupakan teknik
mencari personal information berupa alamat e-mail dan nomor account dengan
mengirimkan e-mail seolah-olah datang dari bank bersangkutan. Perjudian bentuk
kasino banyak beroperasi di internet yang memberi peluang bagi penjahat
terorganisasi melakukan praktek pencucian uang dimana-mana. Cyber stalking
merupakan segala bentuk kiriman e-mail yang tidak diinginkan penerimaannya dan
termasuk tindakan pemaksaan atau “perkosaan”, demikian Cahyana Ahmadjayadi.
KASUS 2
Seorang warga negara
Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika
Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar
Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat."FBI
menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika
yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari
Indonesia," kata Kepala Biro
Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis
11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB
untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini
transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan
pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy.
Dalam kasus ini, kata Boy,
Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia memanfaatkan
website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang.Kemudian,
kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan
dalam website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan
transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana
menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia.Setelah MWR
mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang
dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan
klaim pembayaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan
pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR
atau Haryo Brahmastyo."Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh
tersangka MWR," kata Boy. Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan
identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara
barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa
kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama
MWRSD. Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2,
Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dengan
pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, Polri juga
menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal
tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.Saat ini tersangka
tengah menjalani proses hukum yang berlaku dan sudah berstatus tahanan Negara
Republik Indonesia.
ANALISA DARI KEDUA
KASUS TERSEBUT
Menurut analisis saya, e-commerce
di kenal sebagai pelanggaran hukum. Seperti di kasus kesatu adanya kejahatan isi situs
web terdiri dari pornografi dan pelanggaran hak cipta, Pornografi merupakan
pelanggaran paling banyak terjadi di “dunia maya” dengan menampilkan foto,
cerita atau gambar bergerak yang pembuatannya selalu berlindung di balik hak
kebebasan berpendapat dan berserikat, dan merekayasa gambar atau foto orang
lain tanpa izin, seperti banyak terjadi pada situs-situs porno. Dan juga
perdagangan secara online dalam bentuk elektronik dan terjadinya penipuan online, dan penipuan kartu kredit.
Ciri-ciri penipuan online, Harga produk yang banyak diminati sangat rendah,
Penjual tidak menyediakan nomor telepon, Tidak ada respon terhadap pertanyaan
melalui e-mail dan menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia, dan merugikan
kepada pembeli yang sudah membayar barang yang di beli secara online tersebut.
Dan juga
pada kasus kedua ini terjadinya penipuan pembelian online dengan cara
mengirimkan spam dengan menggunakan email dan kedua belah pihak setuju untuk
melakukan transaksi tersebut tanpa ada jaminan apapun. Setelah pembeli telah
membayar barang tersebut ternyata barang tersebut tidak ternah dikirim dan
penjual tidak dapat di hubungi kembali. ketika pembeli melaporkan kepada FBI
tersangka akan medapatkan hukuman. karena penjual menggunakan identitas palsu yaitu
menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah
laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat
scanner, dan rekening salah satu bank. Penjual dikenai Pasal 378 atau Pasal 45
ayat 2, Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Selain
itu, Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang
Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan
beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.
No comments:
Post a Comment