Saturday, October 29, 2016

Makalah Membangun Basis Pengetahuan

www.unsera.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan dewasa ini menunjukan pada makin cepatnya perubahan dalam segala bidang kehidupan, akibat dari efek globalisasi serta perkembangan teknologi informasiyang sangat akseleratif. Kondisi ini jelas telah mengakibatkan perlunya cara-cara baru dalam menyikapi semua yang terjadi agar dapat tetap survive. Penekanan akan makin pentingnya kualitas SDM merupakan salah satu respon dalam menyikapi perubahan tersebut, dan ini tentu saja memerlukan upaya-upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM.
Sehubungan dengan itu peran Ilmu pengetahuan menjadi makin menonjol, karena hanya dengan pengetahuanlah semua perubahan yang terjadi dapat disikapi dengan tepat. Ini berarti Pendidikan memainkan peran penting dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan kompetitif. Ketatnya kompetisi secara global khususnya dalam bidang ekonomi telah menjadikan organisasi usaha memikirkan kembali strategi pengelolaan usahanya, dan SDM yang berkualitas dengan penguasaan pengetahuannya menjadi pilihan penting yang harus dilakukan dalam konteks tersebut.
Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal, sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis, oleh karena itu diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan itu dalam kerangka pengembangan SDM dalam organisasi. Dari sinilah istilah manajemen pengetahuan berkembang sebagai suatu bagian penting dan strategis dalam pengelolaan SDM pada Perusahaan/organisasi.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas adalah sebagai berikut:
·         Apa yang dimaksud dengan basis pengetahuan?
·         Apa yang dimaksud dengan kerangka teori masyarakat berpengetahuan?
·         Bagaimana cara membentuk kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan?
·         Bagaimana cara mengelola pengetahuan?
·         Bagaimana cara membangun budaya yang berpusat pengetahuan?
·         Bagaimana peran SDM dalam membangun budaya berpusat pengetahuan?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
·         Mahasiswa memahami pengertian basis pengetahuan.
·         Mahasiswa di harapkan mampu memahami apa itu teori masyarakat berpengetahuan.
·         Mahasiswa di harapkan tahu cara membentuk konsep pembangunan masyarakat berpengetahuan.
·         Mahasiswa mengerti cara mengelola pengetahuan.
·         Mahasiswa di harapkan mampu membangun budaya yang berpusat pengetahuan.
·         Diharapkan mahasiswa mampu berperan dalam membangun budaya yang berpusat pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan  adalah suatu jenis basis data yang dipergunakan untuk manajemen pengetahuan. Basis data ini menyediakan fasilitas untuk koleksi, organisasi, dan pengambilan pengetahuan terkomputerisasi. Hal terpenting dari suatu basis pengetahuan adalah kualitas informasi yang dikandungnya. Basis pengetahuan yang terbaik memiliki artikel-artikel yang ditulis dengan baik dan dijaga untuk selalu mutakhir, memiliki sistem pengambilan (mesin pencari) yang baik, serta format isi dan struktur klasifikasi yang dirancang dengan seksama.
Sebuah basis pengetahuan terdiri dari sekian paket data berukuran besar, deskripsi dari data tersebut (metadata), dan serangkaian besar aturan-aturan. Secara umum, basis pengetahuan memiliki sifat yang dinamis, dengan kemampuan dan kapasitas untuk belajar, sehingga dekat dengan topik kecerdasan buatan.
Untuk mengelola suatu basis pengetahuan, dibutuhkan suatu sistem manajemen basis pengetahuan yang biasanya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.      Membuat simpulan berdasarkan aturan-aturan, deskripsi data, dan fakta untuk menghasilkan informasi yang baru. Hal ini dibutuhkan karena pengguna sistem harus bisa menarik kesimpulan meski dengan ketidaklengkapan informasi.
2.      Mekanisme untuk melakukan perbaruan (semisal, memasukkan, menghapus, atau memodifikasi) basis pengetahuan.
3.      Kemampuan untuk mengoptimalkan query. Bila sistem tidak memiliki query, maka aktivitas pencarian informasi bisa berlangsung amat lama.
4.      Kemampuan untuk mengintegrasikan beragam basis pengetahuan. Kemampuan semacam ini sangat dibutuhkan terutama oleh organisasi yang tersebar secara lokasi.
5.      Kemampuan untuk menyediakan jawaban yang bersifat kooperatif kepada pengguna. Semisal saja, pengguna perlu tahu manakala sebuah query ternyata tidak bisa memberikan suatu keluaran dikarenakan kondisi keterbatasan basis data, atau data yang di-query-kan ternyata tidak tersedia di dalam basis data.
6.      Kemampuan untuk melakukan penggalian data, atau penemuan pengetahuan di dalam basis data. Penggalian data merupakan suatu bentuk cara berpikir induktif, yang mana membentuk suatu aturan dari suatu atau rangkaian kasus yang ada.

2.2   Kerangka Teori Masyarakat Berpengetahuan
Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan (Knowledge Society) adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan padaproses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakatberpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiapgenerasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akanberbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untukmencapainya. Sifat sabar adalah penyeimbang sikap kerja keras tadi, bahwasetiap proses itu harus dinikmati kinerjanya, hingga bisa merasakan hasilnya,selalu ada variabel ruang dan waktu. Dimana sebelum bergerak menjauh, harusada satu langkah awal kecil yang dijalankan.
Menurut Drucker (1994), knowledge society adalah sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi. Ciri-ciri masyarakatberpengetahuan adalah:
·         Mempunyai kemampuan akademik
·         Berpikir kritis
·         Berorientasi kepada pemecahan masalah
·         Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran yang lama-lamadan belajar lagi untuk hal-hal yang baru
·         Mempunyai keterampilan pengembangan individu dan sosial (termasuk kepercayaandiri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika, pengertian secaraluas akan masyarakat dan dunia) (Manuwoto, 2005)
Dalam masyarakat berpengetahuan, bukanlah individu yang berkinerja,tetapi organisasi yang berkinerja. Seorang dokter misalnya, tentu mempunyaibanyak pengetahuan. Tetapi dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa pengetahuanyang diberikan oleh disiplin ilmu lainnya, yaitu fisika, kimia, genetika, dan lainsebagainya. Dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa hasil-hasil tes yang dilakukanoleh para ahli laboratorium tes darah, X-ray (rontgen), scanning otak, dan lain-lain. Di sisi lain, berbagai keahlian tertentu, seperti seorang dokter bedah syaraf,contoh dari knowledge worker, hanya bisa dihasilkan dari sekolah formal. Dengan demikian pendidikan menjadi pusat dari masyarakat berpengetahuan dan sekolah merupakan institusi kuncinya. Pernyataan itu diperkuat oleh NoelDempsey (Minister for Education and Science, Ireland, 2004) bahwa untuk bisakompetitif dalam ekonomi berpengetahuan global (global knowledge economy),semua pengambil keputusan untuk publik harus fokus pada pendidikan sebagaifaktor kunci dalam memperkuat daya saing, lapangan kerja dan keterpaduansosial. Drucker (1994) memperkuat kesimpulan itu dengan menyatakan bahwapekerja berpengetahuan lebih mempunyai kesempatan memperoleh aksesterhadap pekerjaan dan posisi sosial melalui pendidikan formal (Drucker, 1994).
Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk memberikan kepada setiaporang kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya sampai maksimum,baik sebagai individu maupun sebagai seorang anggota masyarakat. Seorangyang berpendidikan akan menjadi seseorang yang telah belajar bagaimanauntuk belajar, dan keseluruhan masa kehidupannya terus belajar, terutamamasuk dan keluar dari pendidikan formal (Drucker, 1994).
Transformasi dari struktur masyarakat yang ada, dengan pengetahuansebagai sumber daya utama untuk pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaandan sebagai faktor dari produksi, merupakan basis untuk menandai masyarakatmodern yang maju sebagai sebuah "masyarakat berpengetahuan." Dalam sebuah masyarakat berpengetahuan ukuran-ukuran lama dalam persainganseperti biaya tenaga kerja, sumbangan sumber daya dan infrastruktur digantikanoleh dimensi-dimensi seperti paten, penelitian dan pengembangan, sertaketersediaan pekerja berpengetahuan.
Untuk masyarakat berpengetahuan, jelas semakin banyak dibutuhkanpenguasaan pengetahuan, terutama pengetahuan tingkat lanjut. Pengetahuan itudibutuhkan oleh orang-orang yang pasca usia sekolah, dan kebutuhan itu terusmeningkat, di dalam dan melalui proses pendidikan yang tidak berpusat padasekolah tradisional, tetapi pendidikan berkelanjutan yang sistematik yang ditawarkan pada tempat kerja.
Dalam masyarakat berpengetahuan, akses terhadap kepemimpinanterbuka untuk semua orang. Akses terhadap kemahiran dari pengetahuan tidaklagi tergantung kepada perolehan pendidikan yang ditentukan pada usia tertentu. Pembelajaran akan menjadi alat dari individu yang tersedia baginya pada usiaberapa pun, karena begitu banyak keterampilan dan pengetahuan dapatdiperoleh dengan cara-cara pemanfaatan teknologi pembelajaran baru. Implikasilainnya adalah bahwa kinerja dari seorang individu, sebuah organisasi, sebuah industri atau sebuah negara dalam perolehan dan penerapan pengetahuan akanmeningkat menjadi faktor kunci persaingan untuk berkarir dan memperolehkesempatan dari para individu untuk berkinerja. Masyarakat berpengetahuan akan tak terelakkan menjadi jauh lebih kompetitif daripada masyarakat di masa-masa yang lalu. Dengan pengetahuan yang dapat diakses secara universal tidak ada alasan untuk tidak berkinerja. Tidak akan ada negara-negara miskin. Hanya akan ada negara-negara yang terabaikan.
Pusat kekuatan tenaga kerja dalam masyarakat berpengetahuan akanterdiri dari orang-orang dengan spesialisasi yang tinggi. Dalam dunia kerjaberpengetahuan, orang-orang dengan pengetahuan mempunyai tanggung jawabuntuk membuat dirinya dimengerti oleh orang-orang yang tidak mempunyai basispengetahuan yang sama. Sebenarnya investasi dalam masyarakatberpengetahuan bukanlah dalam mesin-mesin dan peralatan. Tetapi dalampengetahuan dari pekerja berpengetahuan. Tanpa itu, mesin-mesin yang sangatmaju dan canggih, tidak akan produktif.
Pengetahuan dalam masyarakat berpengetahuan haruslah sangatmempunyai spesialisasi untuk menjadi produktif. Ini mengakibatkan duapersyaratan baru: 1. pekerja berpengetahuan bekerja dalam kelompok-kelompok; dan 2. pekerja berpengetahuan harus mempunyai akses terhadapsebuah organisasi yang, dalam kebanyakan kasus, artinya pekerjaberpengetahuan harus menjadi pekerja dari sebuah organisasi.
Karena masyarakat berpengetahuan mensyaratkan sebuah masyarakatdari berbagai organisasi, yang organ sentral dan khususnya adalah manajemen.Semua organisasi itu membutuhkan manajemen apakah mereka menggunakanistilah itu atau tidak. Semua manajer mengerjakan hal yang sama apa pun bisnisdari organisasi mereka. Para manajer itu harus membawa orang-orang yangmasing-masing mempunyai pengetahuan yang berbeda, bersama untukberkinerja bersama. Intisari dari manajemen adalah membuat pengetahuanmenjadi produktif (Drucker, 1994).
2.3   Kerangka Konsep Tentang Pembangunan Masyarakat Berpengetahuan
Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalahbentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artianpengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untukmengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup diinstitusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang,yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuanuntuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( KnowledgeSociety).
Fakta yang terjadi sekarang ini bahwa negara-negara industri menjadimasyarakat berbasis pengetahuan. Timbul pertanyaan tentang peran teknologiinformasi dan komunikasi (TIK) dalam membangun "masyarakatberpengetahuan" yang inovatif dalam dunia yang berkembang. Sebuahkesimpulan sentral adalah bahwa TIK dapat memberikan kontribusi utamaterhadap pengembangan berkelanjutan, tetapi peluang ini akan diikuti oleh resikoutama. Sebagai contoh, negara-negara yang sangat lamban perkembangannyamenghadapi resiko yang besar dari keterasingan karena mereka sering kurangkemampuan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengambil kelebihandari inovasi dalam TIK. Negara-negara berkembang perlu mencari jalan untukmengkombinasikan kompetensi mereka dalam teknologi dan sosial yang ada, jika mereka ingin mengambil keuntungan dari banyak kelebihan potensial dari TIK.
Pembangunan masyarakat berpengetahuan adalah sebuah proses yang kompleks dalam mengkombinasikan unsur-unsur teknologi dan sosial (termasuk kompetensi sumber daya manusianya) dalam cara yang produktif, untuk menciptakan infrastruktur informasi nasional. Berbagai strategi untuk membangun infrastruktur informasi nasional haruslah lebih daripada pernyataan-pernyataan tentang apa yang harus dilakukan. Para pengambil keputusan harusberorientasi pada aksi dan dibiayai dengan tepat.
Untuk negara-negara berkembang, membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif melibatkan berbagai inisiatif dalam dua area utama - pembangunan infrastruktur TIK yang pokok, dan penciptaan kondisi-kondisi yang akan mendorong pembangunan berbagai kompetensi sosial dalam bidang-bidang tertentu. Indonesia sebagai negara agraris justru masih minim dalam penyediaan informasi dan pengetahuan praktis dan strategis yang relevandengan bidang pertanian. Padahal untuk mengangkat masyarakat agraris (petani) konvensional menjadi petani berpengetahuan adalah denganpenyediaan sistem repositori pengetahuan yang mudah dan merata dijangkau oleh masyarakat. Disini peran TIK dapat didayagunakan untuk tujuan pemberdayaan sumberdaya manusia yang berpengatahuan dan profesional(Seminar 2002, Seminar 2004, Seminar 2005). Level konsumsi informasi denganberbagai interaksi dengan melihat, membaca, mendengar, dan berbuat (byseeing, reading, hearing, and doing) berbasis TIK (Seminar 2002, Seminar 2004)harus diakomodir melalui perpustakaan. Investasi dalam infrastruktur TIK perludilakukan secara paralel dengan investasi dalam berbagai kompetensi sosialyang timbul dari infrastruktur sosial dan institusional, termasuk pendidikan danpengetahuan teknis, begitu juga dengan institusi-institusi politik, ekonomi,kultural, dan sosial di negara-negara berkembang. Namun demikian, investasipada akumulasi teknologi dan keterampilan tidak menjamin bahwa berbagai trategi untuk membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif akan efektif atau masuk akal.
Banyak kesempatan untuk semua negara di tahun-tahun mendatanguntuk memanfaatkan yang terbaik dari potensi yang ditawarkan oleh TIK dalammendukung sasaran pengembangan utama mereka. Hal itu berlaku untuksasaran pada peningkatan mutu kehidupan dan keberlanjutan lingkungan dinegara-negara industri. Itu juga berlaku untuk sasaran pada pengurangankemiskinan dan menyumbang pada pengembangan berkelanjutan di negara-negara terbelakang dan berkembang. Pemanfaatan berbagai sarana TIK secarainovatif bisa memberikan titik awal untuk pengembangan "masyarakatberpengetahuan" secara inovatif.
Peran potensial dari TIK di negara-negara berkembang: 1) TIKmerupakan sarana untuk pengembangan, tetapi penggunaan yang efektif mensyaratkan investasi dari kombinasi kompetensi sosial dan teknologi; 2)Pemanfaatan TIK akan memberikan keuntungan terhadap investasi yang jauhlebih baik; 3) Kemampuan untuk menggerakkan investasi dalam TIK danpemanfaatannya secara efektif berbeda pada masing-masing negaraberkembang; 4) Idealnya, investasi-investasi tersebut diusahakan simultan,tetapi bila tidak mungkin, investasi dalam kompetensi sosial seharusnyadiprioritaskan; 5) kemitraan yang baru dibutuhkan sehubungan dengan berbagaikoordinasi, mobilisasi investasi, mengatasi berbagai masalah sosial di negara-negara berkembang.
Tantangan untuk pengambil keputusan negara berkembang adalahmenciptakan kerangka kebijakan yang membangkitkan, mendukung, danmembebaskan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan TIK untuk menghasilkanpengetahuan dan sumber daya lainnya yang bermanfaat.
Masyarakat Indonesia masih belum mencapai knowledge society. Lihatsaja tenaga kerja Indonesia yang mencari kerja di negara-negara lain, merekamenjadi buruh, pembantu rumah tangga, supir, bukan knowledge worker. Akibatnya mereka banyak diperlakukan dengan kasar, tidak adil, bahkan ada yang upahnya tidak dibayar. Sementara di dalam negeri, pemilihan kepala daerah saja menjadi ajang perkelahian. Berbagai kekerasan terjadi akibat hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Disamping itu masyarakat masih ditimpa oleh berbagai bencana alam, bencana penyakit yangbanyak memakan korban jiwa. Mengapa semua itu terjadi ? Salah satunyaadalah akibat dari masyarakat kita tidak berpengetahuan, belum menjadiknowledge society.
Bila tenaga kerja kita sudah menjadi knowledge worker, mereka bisabekerja di kantor-kantor dengan upah yang tinggi, menjadi perawat di rumahsakit yang masih dibutuhkan di berbagai negara dengan bayaran yang tinggi. Bila masyarakat kita sudah berpengetahuan, mereka tidak mudah dihasut, tidakmudah dirayu dengan money politic. Mereka memilih para calon kepala daerahdengan kesadaran akan akibat yang timbul bila mereka memilih orang yangsalah. Masyarakat yang berpengetahuan sudah memiliki informasi gejala-gejala alam sebelum adanya bencana yang lebih dahsyat. Mereka sudah dapat menjaga lingkungan dengan lebih baik, agar kesehatan mereka terjaga. Mereka tidak tinggal diam bila pemerintahnya melakukan hal-hal yang merusaklingkungan, dan pemerintahnya tidak bisa memaksakan kehendaknya secarasemena-mena.
Menurut para pakar, salah satu kunci membangun knowledge society adalah melalui pendidikan. Selain pendidikan formal, informal dan non-formal,masyarakat pun memerlukan pendidikan berkelanjutan (life long education).
2.4   Mengelola Pengetahuan
Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai aset bisnis strategis memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan bisnis. Aset pengetahuan mencakup :
·         Aset structural
·         Merek
·         Hubungan dengan pelanggan
·         Hak paten
·         Produk
·         Proses operasi
·         Aset manusia yang mencakup
·         Pengalaman pegawa
·         Keterampilan pegawai
·         Hubungan personal
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam pengelolaan/manajemen SDM.
Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu, maka manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang”. Dalam konteks ini profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin penngetahuan yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai berikut:
·         Pembelajaran
·         Pengembangan/sharing
·         Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepa
·         Pembuatan keputusan yang efektif
·         Kreativitas
·         Membuat pekerjaan jadi lebih mudah
·         Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis
Adapun tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai berikut :
·         Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi)
·         Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi)
·         Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi)
·         Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi)
·         Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya)

2.5   Membangun Budaya yang Berpusat pada Pengetahuan
Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan terakhir yaitu knowledge-centric organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan pengetahuan (knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles Leadbeater) sebagai berikur :
·         Cellular - punya struktur organisasi yang adaptif tidak kaku
·         Self-managing - individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.
·         Entrepreneurial - kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu dalam memanfaatkan peluang bagi pertumbuhan dan perubahan
·         Equitable membership and reward - mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat menumbuhkan rasa keanggotaan
·         Deep knowledge reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist ketimbang generalis
·         The holostic company - memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur organisasinya
·         Collaborative leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan, menginformasikan nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis
Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang komponen-komponen kunci dari budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku pengetahuan, tempat kerja yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus berkembang, serta mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua ini bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang mampu mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan dalam organisasi.
Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikelola dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur organisasi bersifat kaku dan sangat mempertahankan jalur komando, manajer bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan antara atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan dalam organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon perubahan dengan cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola organisasi agar manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.
Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal yang penting, untuk dapat merespon dengan cepat perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu organisasi perlu memberi otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :
·         Multiple centers (banyak pusat)
·         Diverse structure (struktur yang beragam)
·         Multiple alliance (aliansi jamak)
·         Cosmopolitant mindsets (pola fikir kosmopolitan)
·         Emphasis on flexibility (menekankan fleksibilitas)

2.6   Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam membangun budaya yeng berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture), dalam hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM untuk menambah nilai adalah sebagai berikut (Linda Holbeche) :
1         Fokus pada pembentukan struktur yang tepat
2         Mengembangkan kepemimpinan fasilitatif
3         Membangun infrastruktut teknologi informasi
4         Membina hubungan dengan pemasok.
Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah memampukan budaya pengetahuan, serta dapat menjadi katalis perubahan budaya, disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun infrastruktur yang dapat diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam konteks perlu adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen kinerja, mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.
Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong perkembangan organisasi menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan, melalui pembentukan budaya organisasi yang mendukung pembangunan dan sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat menambah nilai dengan mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai aktivitas terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan organisasi yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi membangun kapabilitas manajemen pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima dukungan pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun budaya yang mendorong pembelajaran terus menerus.

 

BAB III

PENUTUP

3.1   KESIMPULAN
Akhirnya SDM perlu mengembangkan minat, pemahaman dan keakhlian dalam menerapkan peralatan temasuk yang bersifat teknologi untuk membantu mereka mencapai tujuan manajemen pengetahuan strategis organisasi. Ini berarti bahwa SDM perlu melakukan investasi untuk perkembangan dirinya sendiri, dan kini waktunya telah tiba bagi SDM untuk menunjukan kapabilitas dan memerankan model prilaku yang dibutuhkan untuk survive dalam ekonomi pengetahuan.
Belajar dalam era pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah berbeda dengan belajar di masa lalu. Saat ini kita dituntut untuk belajar baik sendiri maupun bersama dengan cepat, mudah dan gembira, tanpa memandang waktu dan tempat. Hal ini mendorong berkembangnya konsep organisasi belajar (learning organization) yang menyatukan antara proses belajar dan bekerja. Disisi lain pengetahuan yang melekat pada anggota suatu organisasi juga perlu diuji, dimutahirkan, ditransfer, dan diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai. Hal ini menyebabkan para pakar manajemen mencari pendekatan untuk mengelola pengetahuan yang sekarang dikenal dengan manajemen-pengetahuan atau knowledge management (KM).
3.2 SARAN
Bahwa belajar manajemen pengetahuan sangat berguna karena akan di terapkan, bagi seorang pemimpin, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.


DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA



-----------, 2006. Undang Undang No.14 tahun 2005 pendidikan nasional Indonesia , Jakarta: Depdiknas RI



-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI 



-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum.


Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV Desember 

http://zempat.blogspot.com/2013/01/Makalah-Manajemen-Pengetahuan.html

No comments:

Post a Comment