www.unsera.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dewasa ini menunjukan pada makin
cepatnya perubahan dalam segala bidang kehidupan, akibat dari efek globalisasi
serta perkembangan teknologi informasiyang sangat akseleratif. Kondisi ini
jelas telah mengakibatkan perlunya cara-cara baru dalam menyikapi semua yang
terjadi agar dapat tetap survive. Penekanan akan makin pentingnya kualitas SDM
merupakan salah satu respon dalam menyikapi perubahan tersebut, dan ini tentu
saja memerlukan upaya-upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM.
Sehubungan dengan itu peran Ilmu pengetahuan menjadi
makin menonjol, karena hanya dengan pengetahuanlah semua perubahan yang terjadi
dapat disikapi dengan tepat. Ini berarti Pendidikan memainkan peran penting
dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan kompetitif. Ketatnya kompetisi
secara global khususnya dalam bidang ekonomi telah menjadikan organisasi usaha
memikirkan kembali strategi pengelolaan usahanya, dan SDM yang berkualitas
dengan penguasaan pengetahuannya menjadi pilihan penting yang harus dilakukan
dalam konteks tersebut.
Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat
menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan
baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang
sebagai sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang
mengglobal, sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia
bisnis, oleh karena itu diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan
itu dalam kerangka pengembangan SDM dalam organisasi. Dari sinilah
istilah manajemen pengetahuan berkembang
sebagai suatu bagian penting dan strategis dalam pengelolaan SDM pada
Perusahaan/organisasi.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan kita bahas adalah sebagai berikut:
·
Apa yang dimaksud
dengan basis pengetahuan?
·
Apa yang dimaksud
dengan kerangka teori masyarakat berpengetahuan?
·
Bagaimana cara
membentuk kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan?
·
Bagaimana cara
mengelola pengetahuan?
·
Bagaimana cara
membangun budaya yang berpusat pengetahuan?
·
Bagaimana peran SDM
dalam membangun budaya berpusat pengetahuan?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan tujuan
penulisan adalah sebagai berikut:
·
Mahasiswa memahami
pengertian basis pengetahuan.
·
Mahasiswa di harapkan
mampu memahami apa itu teori masyarakat berpengetahuan.
·
Mahasiswa di harapkan
tahu cara membentuk konsep pembangunan masyarakat berpengetahuan.
·
Mahasiswa mengerti cara
mengelola pengetahuan.
·
Mahasiswa di harapkan
mampu membangun budaya yang berpusat pengetahuan.
·
Diharapkan mahasiswa
mampu berperan dalam membangun budaya yang berpusat pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan adalah suatu jenis basis
data yang dipergunakan untuk manajemen pengetahuan.
Basis data ini menyediakan fasilitas untuk koleksi, organisasi, dan pengambilan
pengetahuan terkomputerisasi. Hal terpenting dari suatu basis pengetahuan
adalah kualitas informasi yang dikandungnya. Basis pengetahuan yang terbaik
memiliki artikel-artikel yang ditulis dengan baik dan dijaga untuk selalu
mutakhir, memiliki sistem pengambilan (mesin
pencari) yang baik, serta format isi dan
struktur klasifikasi yang dirancang dengan seksama.
Sebuah basis pengetahuan terdiri dari sekian paket
data berukuran besar, deskripsi dari data tersebut (metadata), dan serangkaian
besar aturan-aturan. Secara umum, basis pengetahuan memiliki sifat yang
dinamis, dengan kemampuan dan kapasitas untuk belajar, sehingga dekat dengan
topik kecerdasan
buatan.
Untuk
mengelola suatu basis pengetahuan, dibutuhkan suatu sistem manajemen basis pengetahuan
yang biasanya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Membuat
simpulan berdasarkan aturan-aturan, deskripsi data, dan fakta untuk
menghasilkan informasi yang baru. Hal ini dibutuhkan karena pengguna sistem
harus bisa menarik kesimpulan meski dengan ketidaklengkapan informasi.
2. Mekanisme
untuk melakukan perbaruan (semisal, memasukkan, menghapus, atau memodifikasi)
basis pengetahuan.
3. Kemampuan
untuk mengoptimalkan query. Bila sistem tidak memiliki query, maka aktivitas
pencarian informasi bisa berlangsung amat lama.
4. Kemampuan
untuk mengintegrasikan beragam basis pengetahuan. Kemampuan semacam ini sangat
dibutuhkan terutama oleh organisasi yang tersebar secara lokasi.
5. Kemampuan
untuk menyediakan jawaban yang bersifat kooperatif kepada pengguna. Semisal
saja, pengguna perlu tahu manakala sebuah query ternyata tidak bisa memberikan
suatu keluaran dikarenakan kondisi keterbatasan basis data, atau data yang
di-query-kan ternyata tidak tersedia di dalam basis data.
6. Kemampuan
untuk melakukan penggalian
data, atau penemuan pengetahuan di
dalam basis data. Penggalian data merupakan suatu bentuk cara berpikir
induktif, yang mana membentuk suatu aturan dari suatu atau rangkaian kasus yang
ada.
2.2 Kerangka Teori Masyarakat Berpengetahuan
Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan
(Knowledge Society)
adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan padaproses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk
pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk
masyarakatberpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi,
setiapgenerasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu
akanberbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi
untukmencapainya. Sifat sabar adalah penyeimbang sikap kerja keras tadi,
bahwasetiap proses itu harus dinikmati kinerjanya, hingga bisa merasakan
hasilnya,selalu ada variabel ruang dan waktu. Dimana sebelum bergerak menjauh,
harusada satu langkah awal kecil yang dijalankan.
Menurut Drucker (1994), knowledge society adalah
sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas
tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi. Ciri-ciri
masyarakatberpengetahuan adalah:
·
Mempunyai kemampuan
akademik
·
Berpikir kritis
·
Berorientasi kepada
pemecahan masalah
·
Mempunyai kemampuan
untuk belajar meninggalkan pemikiran yang lama-lamadan belajar lagi untuk
hal-hal yang baru
·
Mempunyai keterampilan
pengembangan individu dan sosial (termasuk kepercayaandiri, motivasi, komitmen
terhadap nilai-nilai moral dan etika, pengertian secaraluas akan masyarakat dan
dunia) (Manuwoto, 2005)
Dalam masyarakat berpengetahuan, bukanlah individu
yang berkinerja,tetapi organisasi yang berkinerja. Seorang dokter misalnya,
tentu mempunyaibanyak pengetahuan. Tetapi dokter itu tidak dapat berfungsi
tanpa pengetahuanyang diberikan oleh disiplin ilmu lainnya, yaitu fisika,
kimia, genetika, dan lainsebagainya. Dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa
hasil-hasil tes yang dilakukanoleh para ahli laboratorium tes darah, X-ray
(rontgen), scanning otak, dan lain-lain. Di sisi lain, berbagai keahlian
tertentu, seperti seorang dokter bedah syaraf,contoh dari knowledge worker,
hanya bisa dihasilkan dari sekolah formal. Dengan demikian pendidikan menjadi
pusat dari masyarakat berpengetahuan dan sekolah merupakan institusi kuncinya.
Pernyataan itu diperkuat oleh NoelDempsey (Minister for Education and Science,
Ireland, 2004) bahwa untuk bisakompetitif dalam ekonomi berpengetahuan global
(global knowledge economy),semua pengambil keputusan untuk publik harus fokus
pada pendidikan sebagaifaktor kunci dalam memperkuat daya saing, lapangan kerja
dan keterpaduansosial. Drucker (1994) memperkuat kesimpulan itu dengan
menyatakan bahwapekerja berpengetahuan lebih mempunyai kesempatan memperoleh
aksesterhadap pekerjaan dan posisi sosial melalui pendidikan formal (Drucker,
1994).
Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk memberikan
kepada setiaporang kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya sampai
maksimum,baik sebagai individu maupun sebagai seorang anggota masyarakat.
Seorangyang berpendidikan akan menjadi seseorang yang telah belajar
bagaimanauntuk belajar, dan keseluruhan masa kehidupannya terus belajar, terutamamasuk
dan keluar dari pendidikan formal (Drucker, 1994).
Transformasi dari struktur masyarakat yang ada,
dengan pengetahuansebagai sumber daya utama untuk pertumbuhan ekonomi, lapangan
pekerjaandan sebagai faktor dari produksi, merupakan basis untuk menandai
masyarakatmodern yang maju sebagai sebuah "masyarakat
berpengetahuan." Dalam sebuah masyarakat berpengetahuan ukuran-ukuran lama
dalam persainganseperti biaya tenaga kerja, sumbangan sumber daya dan
infrastruktur digantikanoleh dimensi-dimensi seperti paten, penelitian dan
pengembangan, sertaketersediaan pekerja berpengetahuan.
Untuk masyarakat berpengetahuan, jelas semakin
banyak dibutuhkanpenguasaan pengetahuan, terutama pengetahuan tingkat lanjut.
Pengetahuan itudibutuhkan oleh orang-orang yang pasca usia sekolah, dan
kebutuhan itu terusmeningkat, di dalam dan melalui proses pendidikan yang tidak
berpusat padasekolah tradisional, tetapi pendidikan berkelanjutan yang
sistematik yang ditawarkan pada tempat kerja.
Dalam masyarakat berpengetahuan, akses terhadap
kepemimpinanterbuka untuk semua orang. Akses terhadap kemahiran dari
pengetahuan tidaklagi tergantung kepada perolehan pendidikan yang ditentukan
pada usia tertentu. Pembelajaran akan menjadi alat dari individu yang tersedia
baginya pada usiaberapa pun, karena begitu banyak keterampilan dan pengetahuan
dapatdiperoleh dengan cara-cara pemanfaatan teknologi pembelajaran baru.
Implikasilainnya adalah bahwa kinerja dari seorang individu, sebuah organisasi,
sebuah industri atau sebuah negara dalam perolehan dan penerapan pengetahuan
akanmeningkat menjadi faktor kunci persaingan untuk berkarir dan
memperolehkesempatan dari para individu untuk berkinerja. Masyarakat
berpengetahuan akan tak terelakkan menjadi jauh lebih kompetitif daripada
masyarakat di masa-masa yang lalu. Dengan pengetahuan yang dapat diakses secara
universal tidak ada alasan untuk tidak berkinerja. Tidak akan ada negara-negara
miskin. Hanya akan ada negara-negara yang terabaikan.
Pusat kekuatan tenaga kerja dalam masyarakat
berpengetahuan akanterdiri dari orang-orang dengan spesialisasi yang tinggi.
Dalam dunia kerjaberpengetahuan, orang-orang dengan pengetahuan mempunyai
tanggung jawabuntuk membuat dirinya dimengerti oleh orang-orang yang tidak
mempunyai basispengetahuan yang sama. Sebenarnya investasi dalam
masyarakatberpengetahuan bukanlah dalam mesin-mesin dan peralatan. Tetapi
dalampengetahuan dari pekerja berpengetahuan. Tanpa itu, mesin-mesin yang
sangatmaju dan canggih, tidak akan produktif.
Pengetahuan dalam masyarakat berpengetahuan haruslah
sangatmempunyai spesialisasi untuk menjadi produktif. Ini mengakibatkan
duapersyaratan baru: 1. pekerja berpengetahuan bekerja dalam kelompok-kelompok;
dan 2. pekerja berpengetahuan harus mempunyai akses terhadapsebuah organisasi
yang, dalam kebanyakan kasus, artinya pekerjaberpengetahuan harus menjadi
pekerja dari sebuah organisasi.
Karena masyarakat berpengetahuan mensyaratkan sebuah
masyarakatdari berbagai organisasi, yang organ sentral dan khususnya adalah
manajemen.Semua organisasi itu membutuhkan manajemen apakah mereka
menggunakanistilah itu atau tidak. Semua manajer mengerjakan hal yang sama apa
pun bisnisdari organisasi mereka. Para manajer itu harus membawa orang-orang
yangmasing-masing mempunyai pengetahuan yang berbeda, bersama untukberkinerja
bersama. Intisari dari manajemen adalah membuat pengetahuanmenjadi produktif
(Drucker, 1994).
2.3 Kerangka
Konsep Tentang Pembangunan Masyarakat Berpengetahuan
Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge
Society) adalahbentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam
artianpengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak
untukmengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup
diinstitusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap
orang,yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang
bertujuanuntuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan (
KnowledgeSociety).
Fakta yang terjadi sekarang ini bahwa negara-negara
industri menjadimasyarakat berbasis pengetahuan. Timbul pertanyaan tentang
peran teknologiinformasi dan komunikasi (TIK) dalam membangun
"masyarakatberpengetahuan" yang inovatif dalam dunia yang berkembang.
Sebuahkesimpulan sentral adalah bahwa TIK dapat memberikan kontribusi
utamaterhadap pengembangan berkelanjutan, tetapi peluang ini akan diikuti oleh
resikoutama. Sebagai contoh, negara-negara yang sangat lamban
perkembangannyamenghadapi resiko yang besar dari keterasingan karena mereka
sering kurangkemampuan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengambil
kelebihandari inovasi dalam TIK. Negara-negara berkembang perlu mencari jalan
untukmengkombinasikan kompetensi mereka dalam teknologi dan sosial yang ada,
jika mereka ingin mengambil keuntungan dari banyak kelebihan potensial dari
TIK.
Pembangunan masyarakat berpengetahuan adalah sebuah
proses yang kompleks dalam mengkombinasikan unsur-unsur teknologi dan sosial
(termasuk kompetensi sumber daya manusianya) dalam cara yang produktif, untuk
menciptakan infrastruktur informasi nasional. Berbagai strategi untuk membangun
infrastruktur informasi nasional haruslah lebih daripada pernyataan-pernyataan
tentang apa yang harus dilakukan. Para pengambil keputusan harusberorientasi
pada aksi dan dibiayai dengan tepat.
Untuk negara-negara berkembang, membangun
"masyarakat berpengetahuan" yang inovatif melibatkan berbagai
inisiatif dalam dua area utama - pembangunan infrastruktur TIK yang pokok, dan
penciptaan kondisi-kondisi yang akan mendorong pembangunan berbagai kompetensi
sosial dalam bidang-bidang tertentu. Indonesia sebagai negara agraris justru
masih minim dalam penyediaan informasi dan pengetahuan praktis dan strategis
yang relevandengan bidang pertanian. Padahal untuk mengangkat masyarakat
agraris (petani) konvensional menjadi petani berpengetahuan adalah
denganpenyediaan sistem repositori pengetahuan yang mudah dan merata dijangkau
oleh masyarakat. Disini peran TIK dapat didayagunakan untuk tujuan pemberdayaan
sumberdaya manusia yang berpengatahuan dan profesional(Seminar 2002, Seminar
2004, Seminar 2005). Level konsumsi informasi denganberbagai interaksi dengan
melihat, membaca, mendengar, dan berbuat (byseeing, reading, hearing, and
doing) berbasis TIK (Seminar 2002, Seminar 2004)harus diakomodir melalui
perpustakaan. Investasi dalam infrastruktur TIK perludilakukan secara paralel
dengan investasi dalam berbagai kompetensi sosialyang timbul dari infrastruktur
sosial dan institusional, termasuk pendidikan danpengetahuan teknis, begitu
juga dengan institusi-institusi politik, ekonomi,kultural, dan sosial di
negara-negara berkembang. Namun demikian, investasipada akumulasi teknologi dan
keterampilan tidak menjamin bahwa berbagai trategi untuk membangun
"masyarakat berpengetahuan" yang inovatif akan efektif atau masuk
akal.
Banyak kesempatan untuk semua negara di tahun-tahun
mendatanguntuk memanfaatkan yang terbaik dari potensi yang ditawarkan oleh TIK
dalammendukung sasaran pengembangan utama mereka. Hal itu berlaku untuksasaran
pada peningkatan mutu kehidupan dan keberlanjutan lingkungan dinegara-negara
industri. Itu juga berlaku untuk sasaran pada pengurangankemiskinan dan
menyumbang pada pengembangan berkelanjutan di negara-negara terbelakang dan
berkembang. Pemanfaatan berbagai sarana TIK secarainovatif bisa memberikan
titik awal untuk pengembangan "masyarakatberpengetahuan" secara
inovatif.
Peran potensial dari TIK di negara-negara
berkembang: 1) TIKmerupakan sarana untuk pengembangan, tetapi penggunaan yang
efektif mensyaratkan investasi dari kombinasi kompetensi sosial dan teknologi;
2)Pemanfaatan TIK akan memberikan keuntungan terhadap investasi yang jauhlebih
baik; 3) Kemampuan untuk menggerakkan investasi dalam TIK danpemanfaatannya
secara efektif berbeda pada masing-masing negaraberkembang; 4) Idealnya,
investasi-investasi tersebut diusahakan simultan,tetapi bila tidak mungkin,
investasi dalam kompetensi sosial seharusnyadiprioritaskan; 5) kemitraan yang
baru dibutuhkan sehubungan dengan berbagaikoordinasi, mobilisasi investasi,
mengatasi berbagai masalah sosial di negara-negara berkembang.
Tantangan untuk pengambil keputusan negara
berkembang adalahmenciptakan kerangka kebijakan yang membangkitkan, mendukung,
danmembebaskan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan TIK untuk
menghasilkanpengetahuan dan sumber daya lainnya yang bermanfaat.
Masyarakat Indonesia masih belum mencapai knowledge
society. Lihatsaja tenaga kerja Indonesia yang mencari kerja di negara-negara
lain, merekamenjadi buruh, pembantu rumah tangga, supir, bukan knowledge
worker. Akibatnya mereka banyak diperlakukan dengan kasar, tidak adil, bahkan
ada yang upahnya tidak dibayar. Sementara di dalam negeri, pemilihan kepala
daerah saja menjadi ajang perkelahian. Berbagai kekerasan terjadi akibat
hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Disamping itu masyarakat
masih ditimpa oleh berbagai bencana alam, bencana penyakit yangbanyak memakan
korban jiwa. Mengapa semua itu terjadi ? Salah satunyaadalah akibat dari
masyarakat kita tidak berpengetahuan, belum menjadiknowledge society.
Bila tenaga kerja kita sudah menjadi knowledge
worker, mereka bisabekerja di kantor-kantor dengan upah yang tinggi, menjadi
perawat di rumahsakit yang masih dibutuhkan di berbagai negara dengan bayaran
yang tinggi. Bila masyarakat kita sudah berpengetahuan, mereka tidak mudah
dihasut, tidakmudah dirayu dengan money politic. Mereka memilih para calon
kepala daerahdengan kesadaran akan akibat yang timbul bila mereka memilih orang
yangsalah. Masyarakat yang berpengetahuan sudah memiliki informasi
gejala-gejala alam sebelum adanya bencana yang lebih dahsyat. Mereka sudah
dapat menjaga lingkungan dengan lebih baik, agar kesehatan mereka terjaga.
Mereka tidak tinggal diam bila pemerintahnya melakukan hal-hal yang
merusaklingkungan, dan pemerintahnya tidak bisa memaksakan kehendaknya
secarasemena-mena.
Menurut para pakar, salah satu kunci membangun
knowledge society adalah melalui pendidikan. Selain pendidikan formal, informal
dan non-formal,masyarakat pun memerlukan pendidikan berkelanjutan (life long
education).
2.4 Mengelola
Pengetahuan
Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan
dipandang sebagai aset bisnis strategis memerlukan upaya pengelolaan
pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan bisnis. Aset pengetahuan
mencakup :
·
Aset structural
·
Merek
·
Hubungan dengan
pelanggan
·
Hak paten
·
Produk
·
Proses operasi
·
Aset manusia yang
mencakup
·
Pengalaman pegawa
·
Keterampilan pegawai
·
Hubungan personal
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong
oleh perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global.
Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan
pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada
intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang
berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang
berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang
sangat penting dalam pengelolaan/manajemen SDM.
Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu,
maka manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut :
“proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran
seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang”. Dalam konteks
ini profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin
penngetahuan yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam
organisasi. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh
tersedia melalui penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses
guna memotivasi dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam
organisasi. Jadi thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai
berikut:
·
Pembelajaran
·
Pengembangan/sharing
·
Penempatan orang di
tempat yang tepat dan waktu yang tepa
·
Pembuatan keputusan
yang efektif
·
Kreativitas
·
Membuat pekerjaan jadi
lebih mudah
·
Mendorong tumbuhnya
bisnis baru dan nilai bisnis
Adapun tahapan
perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai
berikut :
·
Knowledge-chaotic (tak
sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi)
·
Knowledge-aware (sadar
akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa proses manajemen pengetahuan,
ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi)
·
Knowledge-enabled
(memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan
dengan budaya dan teknologi)
·
Knowledge-managed
(kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap
sebelumnya teratasi)
·
Knowledge-centric
(manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui
dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya)
2.5 Membangun
Budaya yang Berpusat pada Pengetahuan
Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen
pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan terakhir yaitu knowledge-centric
organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan pengetahuan
(knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles
Leadbeater) sebagai berikur :
·
Cellular - punya
struktur organisasi yang adaptif tidak kaku
·
Self-managing -
individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.
·
Entrepreneurial -
kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu dalam memanfaatkan peluang
bagi pertumbuhan dan perubahan
·
Equitable membership
and reward - mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat menumbuhkan rasa
keanggotaan
·
Deep knowledge
reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist ketimbang
generalis
·
The holostic company -
memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur organisasinya
·
Collaborative
leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan, menginformasikan
nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis
Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang
komponen-komponen kunci dari budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di
dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku pengetahuan, tempat kerja
yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus berkembang, serta
mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua ini bisa
nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang mampu
mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan dalam
organisasi.
Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikelola
dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur
organisasi bersifat kaku dan sangat mempertahankan jalur komando, manajer
bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu
sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan antara
atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan
dalam organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon
perubahan dengan cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola
organisasi agar manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.
Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan,
fleksibilitas merupakan hal yang penting, untuk dapat merespon dengan cepat
perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu organisasi perlu memberi
otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang demikian menurut
Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :
·
Multiple centers
(banyak pusat)
·
Diverse structure
(struktur yang beragam)
·
Multiple alliance
(aliansi jamak)
·
Cosmopolitant mindsets
(pola fikir kosmopolitan)
·
Emphasis on flexibility
(menekankan fleksibilitas)
2.6 Peran
SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam
membangun budaya yeng berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture),
dalam hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM untuk menambah nilai adalah
sebagai berikut (Linda Holbeche) :
1
Fokus pada pembentukan
struktur yang tepat
2
Mengembangkan
kepemimpinan fasilitatif
3
Membangun infrastruktut
teknologi informasi
4
Membina hubungan dengan
pemasok.
Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah
memampukan budaya pengetahuan, serta dapat menjadi katalis perubahan budaya,
disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun infrastruktur yang dapat
diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam konteks perlu
adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen
kinerja, mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.
Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam
mendorong perkembangan organisasi menuju organisasi yang berpusat pada
pengetahuan, melalui pembentukan budaya organisasi yang mendukung pembangunan
dan sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat menambah nilai dengan
mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai aktivitas
terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan organisasi
yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi
membangun kapabilitas manajemen pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang
tepat dan menerima dukungan pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan
dengan dukungan untuk membangun budaya yang mendorong pembelajaran terus
menerus.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Akhirnya SDM perlu mengembangkan minat, pemahaman
dan keakhlian dalam menerapkan peralatan temasuk yang bersifat teknologi untuk
membantu mereka mencapai tujuan manajemen pengetahuan strategis organisasi. Ini
berarti bahwa SDM perlu melakukan investasi untuk perkembangan dirinya sendiri,
dan kini waktunya telah tiba bagi SDM untuk menunjukan kapabilitas dan
memerankan model prilaku yang dibutuhkan untuk survive dalam ekonomi
pengetahuan.
Belajar dalam era pengetahuan seperti sekarang ini
sangatlah berbeda dengan belajar di masa lalu. Saat ini kita dituntut untuk
belajar baik sendiri maupun bersama dengan cepat, mudah dan gembira, tanpa
memandang waktu dan tempat. Hal ini mendorong berkembangnya konsep organisasi
belajar (learning organization) yang menyatukan antara proses belajar dan bekerja.
Disisi lain pengetahuan yang melekat pada anggota suatu organisasi juga perlu
diuji, dimutahirkan, ditransfer, dan diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai.
Hal ini menyebabkan para pakar manajemen mencari pendekatan untuk mengelola
pengetahuan yang sekarang dikenal dengan manajemen-pengetahuan atau knowledge
management (KM).
3.2
SARAN
Bahwa belajar manajemen pengetahuan sangat berguna
karena akan di terapkan, bagi seorang pemimpin, memperkya khanazah ilmu
pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
-----------, 2006. Undang Undang No.14 tahun 2005 pendidikan nasional
Indonesia , Jakarta: Depdiknas RI
-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI
-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum.
Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV
Desember
http://zempat.blogspot.com/2013/01/Makalah-Manajemen-Pengetahuan.html
No comments:
Post a Comment