Kelas:
Manajemen A
NIM :
31214161
oleh
: I M.A. Gelgel Wirasuta, N.K. Sri Dewi, N.P. Eni Parmiati, dan I.A. K. Wardani
Abstrak
Perkembangan kasus obat palsu di
Indonesia dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan yang
signifikan dari segi kuantitas. Namun jika dilihat dari penyebarannya,
menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi
masyarakat, baik dari segi finansial maupun kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan
antisipasi dari pemerintah untuk mengontrol agar tidak terjadi pemalsuan obat
dan pemerintah juga diharapkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat
dalam pemilihan obat, sehingga kesehatan masyarakat lebih terjamin.
Kata kunci : obat
palsu, kuantitas, finansial.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, mendorong maraknya kasus pemalsuan obat di Indonesia. Tindak
pemalsuan obat yang semakin merajalela disebabkan karena penanggulangan tindak
pemalsuan obat belum dikoordinasikan secara sistematis, sehingga belum
berdampak nyata terhadap kasus pemalsuan dan peredaran obat palsu. Hukuman
maupun denda yang dijatuhkan pada tersangka pemalsu obat masih tergolong
ringan, terkadang hanya berupa masa percobaan, sehingga hal ini tidak membuat
mereka jera karena keuntungan yang diperoleh dari memalsukan obat begitu
menggiurkan
- Pengertian Obat Palsu
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 242 Tahun 2000, yang dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang
diproduksi pihak yang tak berhak menurut Undang-Undang. Ada lima macam obat
palsu, yaitu :
1. Produk
mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang memenuhi syarat, diproduksi,
dikemas dan diberi label seperti produk aslinya, tetapi bukan dibuat oleh
pabrik aslinya.
2. 2Obat
yang mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang tidak memenuhi syarat.
3. Produk
dibuat dengan bentuk dan kemasan seperti produk asli, tetapi tidak mengandung
bahan berkhasiat.
4. Produk
yang menyerupai produk asli, tapi mengandung bahan berkhasiat yang berbeda.
5. Produk
yang diproduksi tidak berijin (Anonim a, 2008).
Produk impor yang tidak
resmi dapat dikelompokkan sebagai obat palsu sebab tanpa memiliki izin edar
yang dikeluarkan Badan POM sesuai dengan Peraturan Menkes No
949/Menkes/SK/VI/2000.
- Pedoman Umum Deteksi Obat Palsu
Untuk mendeteksi suatu obat dikatakan
palsu, dapat dilakukan pemeriksaan melalui dua tahap, yaitu :
a.
Pemeriksaan tahap I
1. Pemeriksaan
dikukan seperti tercantum dalam uji organoleptik.
2. Pemeriksaan
dilakukan terhadap sampel obat yang diduga palsu.
3. Sampel
obat dapat berasal dari sampel obat beredar yang diambil dari sarana produksi,
distribusi, dan pelayanan obat atau laporan masyarakat atau siumber lain.
4. Pemeriksaan
secara organoleptik meliputi antara lain:
- Keadaan fisik sampel, misalnya tablet
tidak rata,
- Kemasan, misalnya strip berbeda dengan
yang asli,
- Penandaan misalnya pencantuman nomor
registrasi yang berbeda,
5. Pemeriksaan
dilanjutkan ke tahap II apabila hasil pemeriksan tahap I diyakini sampel obat
mengandung obat palsu.
b.
Pemeriksaan tahap II
1. Pemeriksaan
dilakukan oleh BPOM
2. Terhadap
obat yang diduga palsu dilakukan pengujian di BPOM di mana obat
diambil/ditemukan.
3. Pengujian
dilakukan berdasarkan pedoman pengujian.
4. Hasil
pengujian doilaporkan kepada Direktorat Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan,
Dirjen POM, disertai dengan sampel obat pemeriksaan tahap III.
5. Terhadap
sampel obat yang diduga palsu dilakuakn pengamanan sementara di tempat disertai
pembuatan Berita Acara.
6. Penelusuran
sumber/asal-usul sampel obat tersebut.
c.
Pemeriksaan tahap III
1. Untuk
proses tindak lanjut, maka dilakukan pemeriksaan tahap III
2. Pemeriksaan
meliputi:
·
Oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan
Apabila diperlukan, maka dilakuakn
pengujian kembali terhadap sampel obat yang diduga palsu yang berasal dari BPOM
atau sumber lain.
·
Oleh Drektorat Pengawasan Obat dan Alat
Kesehatan.
Dilakukan evaluasi terhadap kemasan dan
penandaan dengan membandingkan dengan obat asli dan bila perlu dikonfirmasikan
dengan produsen obat yang asli
- Sanksi pemalsu obat
Menurut Undang-undang (UU) Perlindungan
Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal
lima tahun dan denda Rp 2 milyar.
Berdasarkan pada Undang
Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu Pasal 40 ayat (1), yang
berbunyi “Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya”.dan Pasal 63 ayat(1), yang
berbunyi “Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan
pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.”
Pasal 80 ayat (2) yang
berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan
tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang
jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 80 ayat (4)
Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan
makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan dan
ataumembahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b. memproduksi
dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak
memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) (Anonim c, 2008).
Penegakan hukum dalam soal obat palsu
ini, juga sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan pengadilan untuk pelaku pemalsuan
obat, sangat ringan. Misalnya, hukuman percobaan selama dua bulan atau denda
beberapa ratus ribu rupiah. Padahal, omzet penjualan obat palsu itu sangat
besar. Sanksi hukum yang ringan ini cukup mengherankan, sebab sanksi pemalsu
obat menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya
lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar.
Sedangkan versi UU Kesehatan Tahun 1992, pemalsu bisa dikenakan kurungan
penjara 15 tahun dan denda Rp 300 juta.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.1.3459 Tentang Pengawasan Pemasukan
Obat Impor :
1.
Izin Edar adalah bentuk persetujuan
registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
2.
Obat Impor adalah obat produksi industri
farmasi luar negeri.
3.
Pemasukan obat impor adalah importasi
obat impor ke dalam wilayah Indonesia baik melalui pelabuhan laut maupun bandar
udara.
4.
Pendaftar adalah Industri Farmasi atau
Pedagang Besar Farmasi yang telah mendapat izin usaha sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Permenkes No. 922/menkes/per/x/1993
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik, khususnya pada pasal 12
ayat 2 yang berbunyi: “obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu
hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur
Jenderal”.
UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, khususnya bab III pasal 4 mengenai hak konsumen,
yaitu
a.
hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.
hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.
hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.
hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.
hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
f.
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 84 yang berbunyi: “Barang siapa
mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau
label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); Serta pasal (5) yang
berbunyi menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhipersyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00
(lima belas juta rupiah) (Anonim c, 2008).
- Perkembangan Kasus Obat Palsu di Indonesia
Perkembangan kasus obat palsu di
Indonesia dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan yang
signifikan dari segi kuantitas. Namun jika dilihat dari penyebarannya
menunjukkan adanya peningkatan. Dalam kurun waktu 1999-2006 BPOM menemukan 89
merek obat yang dipalsukan di pasar domestik. Obat-obat tersebut tergolong laku
di pasaran diantaranya antibiotik Super Tetra, obat demam Ponstan, dan
antibiotik Amoxan. Data Badan POM menunjukkan, tahun 2003 sebanyak 268 kasus
pelanggaran obat yang ditindaklanjuti kepolisian (projustisia). Pelanggaran itu
meliputi peredaran obat keras di sarana tidak resmi (toko obat), obat palsu,
maupun obat tanpa izin edar, tahun 2004 (219 kasus), tahun 2005 (266 kasus),
dan tahun 2006 (146 kasus) (Anonim d, 2008).
Peredaran obat palsu hingga kini masih
merajalela. Fakta tersebut sesuai dengan temuan Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI) pekan lalu. Karena itu, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (POM) diminta segera menertibkannya. produk yang dipalsukan antara lain
berupa obat antihipertensi Norvask 5 mg ex Pfizer Indonesia (Anonim d, 2008).
- Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pemalsuan Obat
Tidak dapat dipungkiri, maraknya
pemalsuan obat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Pelaku pemalsuan obat
seakan-akan tidak menghiraukan akibat yang ditimbulkan dari tindakan pemalsuan
yang mereka lakukan. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
pemalsuan obat antara lain :
1. Perkembangan
Teknologi
Canggihnya pemalsuan obat tidak terlepas
pula dari kemajuan industri grafis. melihat perkembangan teknologi grafis
tersebut berupa fotokopi warna, hologram, dan hires scanner, yang membuat
produk palsu sulit dibedakan dengan aslinya.
2. Keinginan
mendapatkan keuntungan
Praktik
pemalsuan dan peredaran obat palsu sepenuhnya dimotivasi oleh “kerakusan” dan
kepentingan bisnis atau keinginan mendapatkan keuntungan semata. Bagi pemalsu
obat, memalsukan, mengedarkan, atau menjual obat palsu merupakan bisnis yang
sangat menggiurkan dengan risiko yang relatif minim. Ini juga alasan mengapa
yang paling banyak dipalsukan adalah obat-obat bermerek internasional yang
umumnya mahal dan fast move (cepat laku). Maraknya pemalsuan dan perdagangan
obat di indonesia menurut Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak, juga
dilatari pertimbangan membuat obat palsu jauh lebih murah ketimbang
mengembangkan sendiri obat originiter atau memproduksi obat paralelnya. Sebagai
gambaran, untuk mengembangkan satu jenis obat saja, diperlukan dana investasi
untuk riset sekitar 800 juta dollar AS hingga 1,2 miliar dollar AS.
Pertimbangan mahalnya ongkos distribusi juga harus ditanggung dan beban pajak
seperti pajak pertambahan nilai 10 persen. Sama halnya seperti pembuatan obat
yang berasal dari obat-obat kadaluarsa juga akan diperoleh keuntungan yang
besar jika obat-obat tersebut diedarkan ke masyarakat. Sehingga dapat dikatakan
perlu biaya yang besar untuk membuat produk obat yang original dibandingkan
dengan obat yang tidak diregristrasi dan juga pada kasus pendaurulangan obat
dari obat “sampah”.
3. Sanksi yang
diberikan pada pemalsu obat masih ringan
Masih tingginya peredaran obat palsu di
Indonesia karena lemahnya kontrol dari pemerintah dalam memberikan sanksi
kepada pelaku pemalsu obat. Selain pengontrolan yang lemah, pemerintah juga
tidak memperbaiki regulasi obat. Pola industri farmasi tidak dikelola dengan
benar sehingga perkembangannya melebihi kebutuhan obat di Indonesia. Penegakan
hukum dalam soal obat palsu ini, juga sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan
pengadilan untuk pelaku pemalsuan obat, sangat ringan. Misalnya, hukuman
percobaan selama dua bulan atau denda beberapa ratus ribu rupiah. Padahal,
omzet penjualan obat palsu itu sangat besar. Sanksi yang ringan tidak
menimbulkan efek jera, sanksi hukum yang ringan ini cukup mengherankan. Sebab,
sanksi pemalsu obat menurut Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999
sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal lima tahun dan denda
Rp 2 milyar. Sedangkan versi UU Kesehatan Tahun 1992, pemalsu bisa dikenai
kurungan penjara 15 tahun dan denda Rp 300 juta (Anonim e, 2008).
- Alur Peredaran Obat Palsu
Obat-obat yang berasal dari industri
farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF (Pedagang Besar Farmasi),
seharusnya tidak boleh langsung sampai ke tangan klinik, dokter, mantri, toko
obat dan pribadi. Pemutihan disini artinya, obat-obat yang tidak memiliki izin
edar diberikan kepada industri farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF ,
dimana oleh industri farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF obat-obat
tersebut dibuatkan izin edar sehingga seolah-olah memang sejak awal memiliki
izin edar, kemudian obat-obat ini diedarkan ke apotek dan rumah sakit, obat
inilah yang disebut obat palsu. Peredaran obat palsu juga terjadi jika
seseorang atau pribadi yang tidak berwenang dalam mendistribusikan obat,
mengedarkan obat ke rumah sakit (Anonim f, 2008).
- Tips Menghindari Obat Palsu
Langkah awal untuk mencapai hasil yang
optimal dari suatu pengobatan adalah membeli atau memperoleh obat di tempat
yang benar. Beberapa tips membeli obat yang baik untuk menghindari obat palsu
adalah :
1.
Perhatikan nomor registrasi sebagai
tanda sudah mendapat izin untuk dijual di Indonesia.
2.
Periksalah kualitas keamanan dan
kualitas fisik produk obat tersebut.
3.
Periksalah nama dan alamat produsen,
apakah tercantum dengan jelas.
4.
Teliti dan lihatlah tanggal kadaluwarsa.
5.
Untuk obat yang hanya dapat diperoleh
dengan resep dokter (ethical/obat keras), belilah hanya di apotek berdasarkan
resep dokter.
6.
Baca indikasi, aturan pakai, peringatan,
kontra indikasi, efek samping, cara penyimpanan, dan semua informasi yang
tercantum pada kemasan.
7.
Tanyakan informasi obat lebih lanjut
pada apoteker di apotek.
Setelah membeli obat di tempat yang
benar, penggunaan obat yang tepat merupakan faktor penting untuk memperoleh
khasiat yang optimal dari suatu obat. Untuk itu, hal yang harus diperhatikan
dalam penggunaan obat, yaitu :
·
Baca aturan pakai pada label/etiket
setiap Anda akan menggunakan obat.
·
Untuk menghindari kesalahan, jangan
menggunakan obat di tempat gelap (Anonim g, 2008).
- Kerugian Penggunaan Obat Palsu
Kerugian yang ditimbulkan akibat pemakain
obat palsu yaitu :
1.
Bagi pasien yang memerlukan pengobatan
jangka panjang, obat palsu bisa berakibat sasaran pengobatan tidak tercapai.
Misalnya saja, suatu obat dalam data statistik disebutkan bisa mengurangi
serangan jantung sampai 25 persen atau mengurangi kemungkinan stroke hingga 30
persen. Namun, karena adanya penggunaan obat palsu, rentang persen tersebut
tidak tercapai.
2.
Pada kasus penggunaan antibiotika palsu
menyebabkan terjadinya resistensi.
3.
Obat palsu juga bisa menimbulkan
penyakit lain pada pasien, misalnya alergi.
4.
Dan yang paling fatal, obat palsu juga
bisa merenggut nyawa.
5.
Menyebabkan kerugian materi pada
konsumen (Anonim h, 2008).
- Upaya Pencegahan
Untuk menghindari obat palsu maka
diperlukan upaya pencegahan sebagai berikut :
1.
Adanya kerja sama antara pemerintah
(Depkes, Badan POM, kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan) dengan industri,
importir, distributor, rumah sakit, organisasi profesi, tenaga medis, apotek,
toko obat, konsumen, dan juga masyarakat.
2.
Pemerintah harus memberikan jaminan
kepada setiap warganya untuk dapat hidup sehat serta fasilitas yang memudahkan
dalam mengakses kesehatan, termasuk jaminan terhadap mutu dan kualitasnya.
3.
Pengontrolan harga obat di pasaran oleh
pemerintah.
4.
Memberikan informasi yang benar kepada
masyarakat sehingga memeperluas pengetahuan tentang pemilihan obat (Anonim i,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Mohamad. 1997.
Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
AAnonim c. 2008.
Undang-Undang yang Mengatur tentang Obat Palsu Available at :
Opened : 23/11/2008,
11.22 am
Anonim f. 2008.
Peredaran Obat Palsu. Available at :
Anonim g. 2008. Tips
Menghindari Obat Palsu Available at :
http://www.cafepojok.com/forum/sendmessage.php?s=dbe244dc1fc0fe33a7f6b
84c5f245104 Opened : 22/11/2008, 02.24 pm
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Apr/obatpalsu.htm
Opened : 28/11/2008, 06.01 pm
Anonim n. 2000. Cara
Cepat Deteksi Obat Palsu. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Widjajanti, Nuraini.
1988. Obat-obatan. Kanisius. Semarang.
No comments:
Post a Comment